Creating Pathways to be a professor |
Tentang Prof Anuraga
Satu materi yang menarik
sepanjang mengikuti Magang Dosen di Perguruan Tinggi pada PT Pembina IPB
University adalah mendapatkan motivasi dari salah satu Profesor termudanya yakni
Prof. Anuraga Jayanegara.
Profesor kelahiran
Bojonegoro pada 2 Juni pernah meraih
Juara pertama Dosen Berprestasi Tingkat Nasional bidang Saintek pada tahun 2019
berbagi pengalaman dan wejangan tentang
jalan panjangnya menapaki karir sebagai dosen hingga kini menjadi Profesor.
Prof Anuraga menceritakan
karirnya yang dimulai sejak 1 Januari tahun 2005 dimana beliau masih menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil hingga berselang satu tahun menjadi PNS 100% pada 1
Januari 2006. Di akhir tahun 2006 beliau mendapatkan jabatan fungsional sebagai
Asisten Ahli.
Karena masih bergelar
kesarjanaan strata satu, bapak dari enam anak ini melanjutkan studi S2 di
Jerman dan S3 di Swiss dalam kurun waktu yang terbilang cukup cepat, lima tahun
sejak 2006 hingga 2011.
Universitas Hohenheim
merupakan universitas tertua di Kota Stuttgart, Jerman yang didirikan pada
tahun 1818. Ada pula tujuan awal didirikan universitas ini adalah untuk
mengajarkan teknik pertanian yang lebih efisien untuk meminimalisir bencana
kelaparan yang juga pernah dialami kota ini pada beberapa masa silam.
University of Hohenheim [dok: google, akses Sept 2022] |
Sementara ETH Zurich adalah salah satu kampus di Swiss yang masuk dalam 10 besar terbaik versi QS World University. Kampus ini juga memiliki banyak alumni terbaik, satu diantaranya adalah ilmuan Albert Einstein.
ETH Zurich [dok: google, akses Sept 2022] |
Prof. Anuraga merupakan
dosen IPB University yang diberikan amanah menjadi Kepala Departemen Ilmu Nutrisi
pada Fakultas Peternakan di IPB University. Selain piawai di bidang nutrisi dan pakan ternak, Prof Anuraga juga sedang aktif belajar dan melakukan studi lanjut bidang pendidikan agama Islam.
Menapaki Jalan Menuju Profesor
Prof Anuraga diawal pemaparan materinya menyampaikan bahwa perlu adanya strategi
yang dilakukan oleh dosen untuk mencapai jenjang karirnya khususnya dalam perolehan
jabatan fungsional.
Dosen dalam UU No. 37 tahun 2009 adalah pendidik profesional dan ilmuan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat.
Sementara Profesor merupakan pangkat dosen tertinggi menurt Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Kegiatan tri darma perguruan tinggi baik dari pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat menjadi sangat penting dalam pencapaian
gelar profesor.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencapai kum sampai ke jabatan fungsional
tertinggi yaitu profesor. Namun tetaplah perlu dimulai dengan membangun fondasi
akademik yang kuat dan mumpuni. Ada empat strategi yang disampaikan Prof
Anuraga:
1.
Dimulai dengan studi S3 yang strategis
Untuk studi S3 yang strategis ini dapat diinterpretasikan
dengan fokus pada bidang ilmu/basic keahlian kita serta yang berorientasi pada
masa yang akan datang. Ringkasnya ilmu yang ditekuni alangkah lebih baiknya
jika tetap dapat in line dengan
perkembangan masa depan. Selain itu dalam memilih pembimbing sebaiknya yang high quality, sederhananya yang dapat
memberikan motivasi dan insipirasi bagi kita untuk tetap semangat dalam belajar
dan berkarya. Selanjutnya memilih universitas atau kampus yang high rank. Meskipun sebagian besar
meyakini bahwa pada zaman sekarang belajar dimana saja pasti bisa karena
kemajuan teknologi. Namun pun tidak dapat dimungkiri bahwasanya
universitas/kampus yang memiliki reputasi baik selaras dengan penyediaan sarana
prasarana yang dapat menunjang kelancaran proses akademik saat melanjutkan
studi. Kemudahan riset, akses dan banyak hal lainnya yang tentu akan menopang
kualitas output.
2.
Membangun kapasitas pasca lulus S3
Konsep belajar sepanjang hayat mungkin dapat diadopsi
untuk menyelaraskan statement “membangun
kapasitas” ini. Karena juga dirincikan terkait ini yakni terus mebangun networking baik itu berbasis laboratorium,
mahasiswa, kampus di tingkat nasional maupun internasional. Untuk tataran
internasional dapat dilakukan dengan aktif mengikuti konferensi maupun
berkunjung secara langsung ke mitra yang ditargetkan.
Mengalokasikan waktu dan biaya secara berkala dan rutin
untuk mengingkatkan peningkatan kompetensi, pelatihan. Serta selalu semangat
dan konsisten dalam melakukan publikasi.
3.
Pengelolaan Bimbingan
Dosen dan mahasiswa merupakan teman dalam banyak hal
khsuusnya kolaborator untuk menghasilkan karya-karya inovatif dan bermanfaat. Sebagai
dosen kita perlu menyadari betapa pentingnya peran mahasiswa dalam menunjang
terealisasinya beberapa kegiatan dalam tri darma. Olehnya itu kita perlu
meninggalkan prindip feodalisme yang berlebihan serta senantiasa menjaga tali
silaturahim meskipun pasca lulus.
4.
Peduli pada kenaikan Jabatan fungsional/pangkat dosen
Yang terpenting dalam strategi ini adalah kepedulian kita
terhadap pangkat dosen atau jabatan fungsional yang akan kita capai. Kontemplasi
diri, menyadari bahwasanya jabatan fungsional adalah tanggung jawab dari masing-masing
dosen. Karena pencapaian itu merupakan wujud dari keseriusan kita menjalani
tanggung jawab sebagai dosen.
Setelah strategi Prof Anuraga juga menyentil tentang
publikasi. Sebagai dosen pemula publikasi di jurnal internasional bereputasi
adalah momok. Namun mau tidak mau, suka tidak suka, publikasi merupakan salah
satu prasyarat yang harus kita penuhi guna meraih gelar tertinggi sebagai
dosen.
Pada penyampaian pertama tentang ini, Prof Anuraga
menguatkan “menulis jurnal adalah sebuah skill, bukan genetik”. Pesan yang
menukik sekaligus menguatkan. Paradigma “menulis jurnal itu susah” serta merta
hilang dari kepala. Secara pribadi inilah yang menjadi penghalang tidak adanya
kemajuan dalam publikasi. Terima kasih Prof Anuraga.
Selajutnya, Profesor termuda dengan H-index Scopus 21 ini
juga menyarankan agar kita dapat menjadwalkan kegiatan menulis secara rutin setiap
harinya. “Kalau biasa satu hari antara 30 menit sampai satu jam”.
Untuk administrasi beliau menyampaikan agar tertib dalam
merekam setiap berkas yang kita miliki, baik SK, Surat Tugas, Sertifikat dan
yang lainnya. Kalau bisa selain berkas fisik juga disiapkan dalam e-folder
(soft file). Mencicil DUPAK secara berkala juga menjadi poin penting dalam
administrasi ini.
Penutup
Prof Anuraga sebagai salah satu dosen terbaik IPB University yang juga
merupakan lulusan S1 Fakultas Peternakan IPB (1999-2003) ini menutup
penyampaian materinya tentang pentingnya memaknai “keseimbangan”. Jika dalam
kimia keseimbangan sangat penting tak berbeda rupanya dalam menapaki jalan
menuju profesor. Perlu adanya keseimbangan antara karir dan keluarga. Keluarga
menjadi kunci dalam tercapainya segala cita-cita. Porsi perhatian dan kasih
sayang yang cukup bagi dan dari keluarga akan menjadi imun dalam menggapai
sesuatu apa pun.
Selain itu keseimbangan antara akal, fisik dan mentalitas (ruh) juga harus
dijaga. Apalah artinya gelar yang berderet-deret jika tidak diimbangi dengan
rasa syukur pada pencipta. Ringkasnya ibadah apa pun bentuknya adalah wujud dari
rasa syukur kita kepada yang maha punya, Allah SWT.
Di sesi akhir Prof juga menyampaikan betapa pentingnya manajemen waktu. “mudahkanlah
urusan orang lain, tidak berbuat dzolim/berlaku adil, insya Allah urusan kita
akan dimudahkan,” begitu tutupnya.
Dari penyampaian materi ini secara pribadi merasakan adanya kekuatan baru
dalam menjalani tugas sebagai dosen, ada pencerahan yang didapatkan bahwasanya:
gelar yang kita miliki, pekerjaan yang kini diamanahkan adalah tanggung jawab.
Kita harus bisa mempertanggungjawabkan semuanya. Tidak banyak, mungkin dari
hal-hal yang sederhana: menghargai waktu, menghargai diri dan keluarga. Belajar
sepanjang hayat dan selalu bersyukur
harus tetap digiatkan guna mencapai segala cita-cita. Haruskah menjadi
profesor? Kini bukan sekadar kalimat tanya tetapi perlu diubah menjadi kalimat
yang tegas: Harus Menjadi Profesor! Semoga.
Cerita Kelompok Ternak Limousin Astomulyo
Great Giant Livestock yang selanjutnya familiar dengan GGL bergerak di
bidang peternakan sapi. GGL tidak hanya berperan sebagai aktor tunggal dalam
penyediaan daging maupun susu segar melainkan juga membangun kemitraan dengan
masyarakat. Kemitraan bersama peternakan rakyat, salah satunya Kelompok Ternak
Limousin Astomulyo, Panggur Lampung, Indonesia.
Kelompok ternak yang diketuai oleh bapak Sarjono memiliki visi membangun
usaha kelompok Tani Ternak yang berkualitas berbasis kewirausahaan untuk kemakmuran
dan memerdekakan finansial dan bermartabat. Sementara misinya yaitu menjaga
amanah dengan nilai-nilai berbisnis bersama Tuhan; memberdayakan masyarakat
dengan meningkatkan kualitas SDM dan membangun wadah yang kuat agar mempunyai
posisi tawar.
Sejarah bergabung dengan CSV GGL, dimulai tahun 1992 namun kala itu bersama
Kelompok Brahman. Kelompok ini merupakan generasi pertama yang mana dikelola
oleh para tetua. Kala itu mereka memiliki pandangan untuk memanfaatkan ternak
sebagai unit usaha desa. Sektor peternakan diharapkan dapat menopang ekonomi
masyarakat selain dari sektor pertanian.
Selanjutnya dilanjutkan oleh generasi kedua yaitu kelompok Limousin yang
bergabung sebagai Mitra PIR Swadana beranggotakan 16 orang dengan populasi 150
ekor sapi. Kemudian pada tahun 2012 sampai 2018 melakukan kerjasama dengan PT
GGL dalam program PIR Wiener Gaduh. Dan kini tahun 2020 memiliki anggota 85
orang dengan populasi 1500 ekor sapi dengan program Kemitraan PIR Swadana
dimana valuasi mencapai 20 Milyar.
Pola kerjasama yang dibangun dengan sistem Plasma Inti yaitu pemberian fasilitas
kepada Plasma atau mitra binaan. GGL juga memberikan permodalan atau akses
modal, manajemen pakan, obat-obatan, pemasaran dan tenaga kerja. Peternak
penggemukan sapi yang telah memiliki fasilitas sesuai standar. Dalam kerjasama Kelompok
Mitra diharapkan bersedia mengikuti aturan atau MOU yang telah disepakati.
Dalam pola kerjasama ini, peternak mendapat asupan pakan berupa limbah dari
kulit nenas yang telah diproses atau dihaluskan. Peternak akan mendapatkan
pakan secara bertahap. Adapun pakan utama yang diberikan yaitu kulit nenas,
konsentrat dan makanan pendukung seperti SBM.
Pemberian pakan setiap harinya meliputi kulit nenas antara 30 sampai 40 kg
per ekor. Konsentrat 5 sampai 6 kg per ekor juga SBM (Soya Been Meal) diberikan sebanyak 0,5 kg per ekor per hari.
Harapannya akan ada pertambahan bobot badan sebesar 0,8 sampai 1 kg per
ekor/hari.
Kerjasama semacam ini berlangsung antara empat sampai enam bulan. Selain pakan,
peternak juga diberi obat-obatan seperti obat cacing, antibiotik dan vitamin. Kemudian
setelah masa panen, pembeli akan datang sendiri melalui fasilitas dari GGL.
Selanjutnya setelah seminggu akan ada pencairan dana dari hasil penjualan
tersebut. Yang menarik adalah ada catatan potongan pajak. Jadi secara tidak
langsung GGL memberikan ruang bagi peternak untuk berinteraksi langsung dengan
pihak perbankan juga melatih untuk menjadi mitra yang taat pajak.
Adapun hal positif dari sistem CSV yaitu terciptanya simbiosis mutualisme.
Peternak juga tidak hanya sekadar menjadi take
over tapi juga berperan sebagai capasity
building. GGL memberikan ruang kepada peternak, dilatih untuk menjadi lebih
mandiri dan berdaya. Sehingga kedepan peternak tidak hanya bergantung pada GGL
tetapi memiliki posisi tawar yang tinggi baik pada perbankan selaku kreditor
maupun pada customer.
Pak Sarjono menyadari peternak bukan hanya mengalami kendala dalam akses
permodalan saja, tetapi juga dalam pengembangan SDM. Sehingga kerjasama yang
dibangun dengan GGL memerikan dampak yang baik ke arah itu. Peternak diberikan
penguasaan materi tentang pengelolaan pakan dan pengelolaan finansial.
Hal yang mendasar adalah bagaimana merubah mindset peternak dari yang terbiasa dengan manajemen tradisional ke
arah businnes and profit oriented. Revolusi
mental digadang-gadang menjadi hal utama yang perlu dibangun dalam memulai pola
kerjasama ini. Peternak merasa program pemberdayaan yang dilakukan GGL sudah
tepat sasaran.
GGL bukan hanya sekadar filantropi tetapi mendampingi sehingga peternak
memiliki kemampuan dalam mengelola peternakan. Dalam kerjasama ini juga ditanamkan
prinsip “pagar mangkok lebih kuat daripada pagar tembok”. The miracle of giving yan mana kekuatan memberi diyakini dapat
memperkokoh usaha yang dijalankan sehingga dapat terjalinnya sinergitas yang harmoni.
Kaula muda yang tergabung dalam Kelompok Limousin selanjutnya memiliki
tupoksi sebagai manajer pakan, manajer operasional, marketing dan konsultan. Kelompok
peternakan kini didukung oleh tim yang memiliki etos kerja untuk mengembangkan
lapangan kerja baru di desa. Dan harapannya binaan dari GGL ini kedepannya
dapat bekerja secara mandiri tidak sekadar
business oriented tetapi juga dapat membawa misi sosial.
Menakar kemitraan GGL dan
Kelompok Limousin
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa kerjasama yang dibangun oleh GGL
adalah dengan memberikan suplai pakan kepada peternak. Adapun pakan ini berasal
dari olahan kulit nenas yang merupakan limbah dari hasil produksi dari GGF atau
Great Giant Foods yang bergerak dalam produksi dan pemasaran buah segar.
Zero waste atau sistem nol limbah merupakan solusi tepat yang
dilakukan GGL terhadap mitra. Mengingat untuk usaha peternakan sendiri memiliki
kendala dalam penyediaan pakan. Sementara untuk menjalankan produksi, pakan
memegang peranan hampir 70%. Limbah yang dijadikan olahan untuk pakan ternak
dapat membantu mengurangi biaya produksi dan dapat meningkatkan pendapatan bagi
peternak.
Kemitraan yang termaktub dalam UU No. 20/2008 adalah kerjasama dalam
keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak lagsung, yang berlandasakan pada
prinsip saling memperkuat dan saling menguntungkan yang meibatkan pelaku usaha mikro, kecil,
menengah dengan pelaku usaha besar.
Adapun pemenuhan prinsip kemitraan adalah interdependent atau saling memerlukan. No exploitation atau saling mempercayai, selanjutnya strengthen atau saling memperkuat dan sharing profit yaitu saling
menguntungkan. Prinsip ini perlu dijalankan untuk dapat membangun kemitraan
yang berkelanjutkan.
Hal tersebut didasari dari kompleksnya permasalahan yang dihadap petani
atau peternak kita. Diantaranya seperti permasalahan tidak adanya kepemilikan
lahan, masalah sistem perdagangan, finasial, infrastruktur yang belum memadai,
SDM, sistem informasi hingga produktivitas. Hal ini juga diperparah dengan
panjangnya rantai pasok dalam bisnis peternakan sehingga peternak terkadang
tidak mendapat keuntungan.
Kemitraan menurut GGL merupakan sesuatu yang possible but not easy and takes time. Kemitraan bukan sesuatu yang
mudah tetapi possible atau mungkin. Petani atau peternak adalah subjek
bukan sekadar objek yang hanya bersifat menerima. Petani/peternak harus
diberdayakan agar bisa berinovasi dan mandiri sehingga dapat mengelola
peternakan secara berkelanjutan.
Pada intinya Great Giant Livestock mengedepankan sinergitas untuk
pengembangan bidang peternakan. GGL sangat support
untuk pengembangan sosial ekonomi petani peternak. Harapannya peternakan
dapat menjadi salah satu sektor penyangga ekonomi masyarakat. Khususnya bagi
masyarakat yang berada dalam lingkup CSV Great Giant Livestock yaitu Kelompok
Ternak Limoussin itu sendiri.
Tulisan diikutsertakan pada: