Moderator dan Narasumber Semnas Tata Kelola Kemaritiman & Perbatasan Antara Peluang dan Ancaman [doc Pribadi] |
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki wilayah perairan laut hampir 70%. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 81.000 km dengan luasan laut 3,1 juta km2 [1]. Kekayaan tersebut memberikan peluang dalam pengembangan sektor kemaritiman dan kelautan tetapi pun tidak sedikit menyisakan beberapa permasalahan klasik diantaranya illegal fishing, penambangan lepas pantai, belum optimalnya pengelolaan sumberdaya hayati laut, maupun tata kelola pariwisata yang belum berbasis ekologi.
Seminar Nasional yang digagas oleh Universitas Muhammadiyah bekerjasama dengan pemerintah setempat, DPD RI dan KNPI bertajuk "Tata Kelola Kemaritiman dan Perbatasan" dengan pembicara Dr. Rizal Ramli selaku mantan Kemenko Kemaritiman, Dr. Saiful Deni selaku Akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Dr. Wahda Z. Imam dan Basri Salama yang masing-masing merupakan anggota DPRD Propinsi Maluku Utara dan DPD RI perwakilan Maluku Utara serta Dr. Surahman sebagai Akademisi Perikanan Unkhair pada Sabtu, 02 Desember 2017 ini sedikit memberikan titik terang dalam starting pengelolaan maritim dan perbatasan khususnya di wilayah Maluku Utara.
Maluku Utara sebagai wilayah Kepulauan dengan luas lautan 77% sedangkan daratan 23%[2] menjadi daerah yang perlu mengoptimalkan pengelolaan kemaritiman dan wilayah perbatasannya mengingat sektor tersebut pun dapat menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pemaparan Dr. Rizal Ramli bahwasanya pembangunan dari laut perlu dioptimalkan sejak dini dengan memanfaatkan anggaran pusat maupun daerah. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan perlu mengupayakan terobosan-terobosan segar untuk pengembangan sektor kemaritiman. Beliau menjelaskan kita pun bisa belajar dari Banyuwangi yang telah sukses mengembangkan sektor kemaritimannya untuk menggenjot pendapatan masyarakat setempat.
Beliau juga menegaskan bahwa semua kalangan perlu mendorong connectivity dengan mengintegrasikan wilayah-wilayah di Indonesia serta memperkuat visi, ide dan strategi yang matang untuk memajukan pembangunan sektor kemaritiman dan perbatasan. Selain itu ditambahkan bahwa tourism (pariwisata) harus digandeng sebagai langkah upgrading. Dr Rizal Ramli mengungkapkan bahwasanya Maluku Utara memiliki Morotai, satu wilayah yang termasuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan merupakan salah satu destinasi pariwisata Indonesia (wonderful Indonesia) yang perlu mendapat perhatian serius untuk dapat dikembangkan sebagai sentra kemaritiman dan perbatasan.
Sementara Dr. Wahda Z. Imam mengungkapkan bahwa diperlukan integrasi antara pemerintah propinsi, kabupaten kota, DPD RI maupun DPRD untuk merealisasikan terciptanya satu wilayah sentra kemaritiman yang dapat memberikan kebermanfaatan bagi daerah dan masyarakat. Begitu pun Basri Salama dengan tegas menyatakan bahwa perlu adanya kerjasama yang baik untuk menjadikan Maluku Utara sebagai daerah maritim dan perbatasan yang memiliki karkter dan bernilai jual tinggi.
Bebicara soal kemaritiman pun tidak terlepas dari keberadaan sumberdaya hayati yaitu ikan dan terumbu karang, Dr. Surahman yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Perikanan bahwa untuk merealisasikan sentra maritim diperlukan politik biru. Pemanfaatan laut dan pantai serta ikan perlu dilakukan secara komprehensif selain itu community collage juga perlu menjadi perhatian serius. Sejauh ini potensi sumber daya alam yang dimiliki belum terkelola secara optimal karena sumber daya manusia yang ada masih belum bisa menjawab permasalahan dalam bidang kemaritiman.
Kampus sudah seharusnya berpikir untuk mengembangkan lulusan siap pakai, lulusan siap kerja. Sementara Dr. Saiful Deni menimbang perlu adanya pengembangan penelitian terkait kemaritiman dan perbatasan. Kemudian ditambahkan bahwa sudah saatnya pemerintah, akademisi dan steakholder lainnya memiliki data yang valid. Data mendukung atau menopang sebuah perencanaan dan dapat menjadikan realisasi tepat sasaran. Pembangunan dilakukan harus berdasarkan data begitu pun pada pengembangan sektor kemaritiman dan perbatasan.
Jika seminar yang dilakukan merupakan satu itikad baik untuk mengembalikan harkat dan martabat wilayah Maluku Utara sebagai daerah kepulauan dengan basis kelautannya maka hanya satu hal yang bisa disarankan yaitu bahwa tata kelola kemaritiman dan perbatasan harus berujung pada positif impact for society dalam artian bahwa penataan harus memberikan dampak positif pada masyarakat khususnya masyarakat pantai yang berada di sekitar wilayah yang akan dikembangkan.
Haruskah kita bercermin pada Norwegia yang pada tahun 2003 sudah membuat UU sumberdaya laut baru untuk mengimplementasikan pendekatan precautionary dan manajemen berbasis ekosistem untuk menggenjot sektor kelautan-kemaritimannya. Pada akhirnya diperlukan dukungan IPTEK untuk mendukung manajemen kelautan kita [3]. Maluku Utara sebagai wilayah Indonesia yang memiliki potensi laut perlu memperkuat komitmen dalam pengembangan kelautan itu sendiri.
Hal tersebut bisa dimulai dengan mengelola sumber daya pesisir laut dengan manajemen yang terintegrasi, meningkatkan kegiatan penelitian ilmiah di bidang kelautan dengan adopsi teknologi serta memanfaatkan ikan secara lestari dan bertanggung jawab dengan konsen menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Meskipun didalam Nawacita sudah terlihat semangat dalam pembangunan sektor kemaritiman hal tersebut pun harus didukung penuh oleh semua steakholder khususnya pemerintah daerah yang menjadi sentra pengembangan. Meminjam pernyataan Dr. Rizal Ramli bahwa kita harus meningkatkan kecintaan kita pada laut.
Penegasan beliau mengarah pada optimisme, bahwasanya jika tata kelola kemaritiman dan perbatasan dioptimalkan secara baik maka masyarakat akan mendapatkan manfaat, Indonesia akan maju berkembang. Love of the sea untuk pengembangan kemaritiman dan perbatasan Indonesia. Majukan Indonesia, dari laut kita membangun.
Referensi : [1]Darsono. 1999. Pemanfaatan Sumberdaya Laut dan Implikasinya bagi Masyarakat Nelaya. Jurnal Oseana. XXIV (4) hal 1 - 9. [2]Pemaparan Dr. Wahda Z Imam terkait Tata Kelola Kemaritiman dan Perbatasan Antara Peluang dan Ancaman [3]Asmara Yuka Anugerah. 2012. Penguatan Zona Ekonomi Eksklusif dalam Pengelolaan Sumberdaya Maritim Indonesia di Wilayah Perbatasan. Jur. Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 2 No. 2 Tahun 2012.
Catatan bisa dibaca juga di Kompasiana [Kelola Maritim dan Perbatasan, Optimis Indonesia Maju Berkembang]
Catatan bisa dibaca juga di Kompasiana [Kelola Maritim dan Perbatasan, Optimis Indonesia Maju Berkembang]
0 komentar:
Posting Komentar