Cerita Kelompok Ternak Limousin Astomulyo
Great Giant Livestock yang selanjutnya familiar dengan GGL bergerak di
bidang peternakan sapi. GGL tidak hanya berperan sebagai aktor tunggal dalam
penyediaan daging maupun susu segar melainkan juga membangun kemitraan dengan
masyarakat. Kemitraan bersama peternakan rakyat, salah satunya Kelompok Ternak
Limousin Astomulyo, Panggur Lampung, Indonesia.
Kelompok ternak yang diketuai oleh bapak Sarjono memiliki visi membangun
usaha kelompok Tani Ternak yang berkualitas berbasis kewirausahaan untuk kemakmuran
dan memerdekakan finansial dan bermartabat. Sementara misinya yaitu menjaga
amanah dengan nilai-nilai berbisnis bersama Tuhan; memberdayakan masyarakat
dengan meningkatkan kualitas SDM dan membangun wadah yang kuat agar mempunyai
posisi tawar.
Sejarah bergabung dengan CSV GGL, dimulai tahun 1992 namun kala itu bersama
Kelompok Brahman. Kelompok ini merupakan generasi pertama yang mana dikelola
oleh para tetua. Kala itu mereka memiliki pandangan untuk memanfaatkan ternak
sebagai unit usaha desa. Sektor peternakan diharapkan dapat menopang ekonomi
masyarakat selain dari sektor pertanian.
Selanjutnya dilanjutkan oleh generasi kedua yaitu kelompok Limousin yang
bergabung sebagai Mitra PIR Swadana beranggotakan 16 orang dengan populasi 150
ekor sapi. Kemudian pada tahun 2012 sampai 2018 melakukan kerjasama dengan PT
GGL dalam program PIR Wiener Gaduh. Dan kini tahun 2020 memiliki anggota 85
orang dengan populasi 1500 ekor sapi dengan program Kemitraan PIR Swadana
dimana valuasi mencapai 20 Milyar.
Pola kerjasama yang dibangun dengan sistem Plasma Inti yaitu pemberian fasilitas
kepada Plasma atau mitra binaan. GGL juga memberikan permodalan atau akses
modal, manajemen pakan, obat-obatan, pemasaran dan tenaga kerja. Peternak
penggemukan sapi yang telah memiliki fasilitas sesuai standar. Dalam kerjasama Kelompok
Mitra diharapkan bersedia mengikuti aturan atau MOU yang telah disepakati.
Dalam pola kerjasama ini, peternak mendapat asupan pakan berupa limbah dari
kulit nenas yang telah diproses atau dihaluskan. Peternak akan mendapatkan
pakan secara bertahap. Adapun pakan utama yang diberikan yaitu kulit nenas,
konsentrat dan makanan pendukung seperti SBM.
Pemberian pakan setiap harinya meliputi kulit nenas antara 30 sampai 40 kg
per ekor. Konsentrat 5 sampai 6 kg per ekor juga SBM (Soya Been Meal) diberikan sebanyak 0,5 kg per ekor per hari.
Harapannya akan ada pertambahan bobot badan sebesar 0,8 sampai 1 kg per
ekor/hari.
Kerjasama semacam ini berlangsung antara empat sampai enam bulan. Selain pakan,
peternak juga diberi obat-obatan seperti obat cacing, antibiotik dan vitamin. Kemudian
setelah masa panen, pembeli akan datang sendiri melalui fasilitas dari GGL.
Selanjutnya setelah seminggu akan ada pencairan dana dari hasil penjualan
tersebut. Yang menarik adalah ada catatan potongan pajak. Jadi secara tidak
langsung GGL memberikan ruang bagi peternak untuk berinteraksi langsung dengan
pihak perbankan juga melatih untuk menjadi mitra yang taat pajak.
Adapun hal positif dari sistem CSV yaitu terciptanya simbiosis mutualisme.
Peternak juga tidak hanya sekadar menjadi take
over tapi juga berperan sebagai capasity
building. GGL memberikan ruang kepada peternak, dilatih untuk menjadi lebih
mandiri dan berdaya. Sehingga kedepan peternak tidak hanya bergantung pada GGL
tetapi memiliki posisi tawar yang tinggi baik pada perbankan selaku kreditor
maupun pada customer.
Pak Sarjono menyadari peternak bukan hanya mengalami kendala dalam akses
permodalan saja, tetapi juga dalam pengembangan SDM. Sehingga kerjasama yang
dibangun dengan GGL memerikan dampak yang baik ke arah itu. Peternak diberikan
penguasaan materi tentang pengelolaan pakan dan pengelolaan finansial.
Hal yang mendasar adalah bagaimana merubah mindset peternak dari yang terbiasa dengan manajemen tradisional ke
arah businnes and profit oriented. Revolusi
mental digadang-gadang menjadi hal utama yang perlu dibangun dalam memulai pola
kerjasama ini. Peternak merasa program pemberdayaan yang dilakukan GGL sudah
tepat sasaran.
GGL bukan hanya sekadar filantropi tetapi mendampingi sehingga peternak
memiliki kemampuan dalam mengelola peternakan. Dalam kerjasama ini juga ditanamkan
prinsip “pagar mangkok lebih kuat daripada pagar tembok”. The miracle of giving yan mana kekuatan memberi diyakini dapat
memperkokoh usaha yang dijalankan sehingga dapat terjalinnya sinergitas yang harmoni.
Kaula muda yang tergabung dalam Kelompok Limousin selanjutnya memiliki
tupoksi sebagai manajer pakan, manajer operasional, marketing dan konsultan. Kelompok
peternakan kini didukung oleh tim yang memiliki etos kerja untuk mengembangkan
lapangan kerja baru di desa. Dan harapannya binaan dari GGL ini kedepannya
dapat bekerja secara mandiri tidak sekadar
business oriented tetapi juga dapat membawa misi sosial.
Menakar kemitraan GGL dan
Kelompok Limousin
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa kerjasama yang dibangun oleh GGL
adalah dengan memberikan suplai pakan kepada peternak. Adapun pakan ini berasal
dari olahan kulit nenas yang merupakan limbah dari hasil produksi dari GGF atau
Great Giant Foods yang bergerak dalam produksi dan pemasaran buah segar.
Zero waste atau sistem nol limbah merupakan solusi tepat yang
dilakukan GGL terhadap mitra. Mengingat untuk usaha peternakan sendiri memiliki
kendala dalam penyediaan pakan. Sementara untuk menjalankan produksi, pakan
memegang peranan hampir 70%. Limbah yang dijadikan olahan untuk pakan ternak
dapat membantu mengurangi biaya produksi dan dapat meningkatkan pendapatan bagi
peternak.
Kemitraan yang termaktub dalam UU No. 20/2008 adalah kerjasama dalam
keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak lagsung, yang berlandasakan pada
prinsip saling memperkuat dan saling menguntungkan yang meibatkan pelaku usaha mikro, kecil,
menengah dengan pelaku usaha besar.
Adapun pemenuhan prinsip kemitraan adalah interdependent atau saling memerlukan. No exploitation atau saling mempercayai, selanjutnya strengthen atau saling memperkuat dan sharing profit yaitu saling
menguntungkan. Prinsip ini perlu dijalankan untuk dapat membangun kemitraan
yang berkelanjutkan.
Hal tersebut didasari dari kompleksnya permasalahan yang dihadap petani
atau peternak kita. Diantaranya seperti permasalahan tidak adanya kepemilikan
lahan, masalah sistem perdagangan, finasial, infrastruktur yang belum memadai,
SDM, sistem informasi hingga produktivitas. Hal ini juga diperparah dengan
panjangnya rantai pasok dalam bisnis peternakan sehingga peternak terkadang
tidak mendapat keuntungan.
Kemitraan menurut GGL merupakan sesuatu yang possible but not easy and takes time. Kemitraan bukan sesuatu yang
mudah tetapi possible atau mungkin. Petani atau peternak adalah subjek
bukan sekadar objek yang hanya bersifat menerima. Petani/peternak harus
diberdayakan agar bisa berinovasi dan mandiri sehingga dapat mengelola
peternakan secara berkelanjutan.
Pada intinya Great Giant Livestock mengedepankan sinergitas untuk
pengembangan bidang peternakan. GGL sangat support
untuk pengembangan sosial ekonomi petani peternak. Harapannya peternakan
dapat menjadi salah satu sektor penyangga ekonomi masyarakat. Khususnya bagi
masyarakat yang berada dalam lingkup CSV Great Giant Livestock yaitu Kelompok
Ternak Limoussin itu sendiri.
Tulisan diikutsertakan pada:
0 komentar:
Posting Komentar