Hidup adalah sebuah pencarian: kita, harus terus berjalan. Bergerak dan berbahagia, tetaplah membuka hati untuk saling memaafkan.

Melihat Tidore di atas Awan

Pulau Maitara dan Tidore | Dokumentasi HUMAS Unkhair Tahun 2014

Di bulan Februari kemarin, saya cukup beruntung bisa 'berjelajah' lagi menyebrangi pulau melewati awan. Sederhananya saya beruntung bisa mengepakkan sayap pergi ke Ibukota Negara dengan menumpangi salah satu maskapai favorit. Saya sering menyebutnya eS Joyo Airlines.

Bukan hanya bahagia karena bisa terbang sana-sini, tapi karena dengan 1 sampai 3 jam di dalam maskapai, saya pun bisa berkeliling dunia. Mau tahu bagaimana caranya????

Yaa, di saat semua penumpang memilih tidur, saya tetap semangat empat lima membelalakkan mata untuk membaca Majalah eS Joyo Airlines. Di Magical Magazine itu tersaji banyak sekali cerita tentang kekayaan alam Indonesia, bukan hanya keindahan panoramanya saja, tapi juga kearifan lokal budaya bahkan sampai pada sikap santun dan tradisionalis masyarakat Indonesia.

Sungguh ini adalah cara Tuhan mengajak saya berkeliling dunia. Dengan membaca khasanah budaya Indonesia bagian barat, saya serasa mengelilingi bagian barat Indonesia tanpa bayaran. Begitu juga sebaliknya, jika sudah membaca tentang khasanah budaya Indonesia Timur, saya serasa diajak pulang kampung, gratis tanpa biaya.

Luar biasa bukan?

Namun pembacaan saya kali ini cukup mengesankan. Ya pada Edisi Februari kali ini, Majalah eS Joyo Airlines, mempersembahkan Tidore dan Kearifannya. Lebih tepatnya ada cerita tentang Saloi Kota Tidore.


Tulisan Tidore di Maskapai eS Joyo Airlines | Dokumentasi Pribadi

Jujur, hampir 18 tahun, tinggal di Ternate saya baru 4 kali berkunjung ke Kota Tidore. Pernah menginap di Afa-afa 3 Tahun 2004, pernah juga menginap 3 hari di pantai Wisata Rum dalam rangka Kuliah Kenal Lingkungan tahun 2009 dan ‘bertamasya’ ke rumah kakak saya di Kalaodi pada tahun 2010. 

Yang terakhir tahun 2013, mengunjungi Tidore, tepatnya di desa Rum dengan waktu hanya satu jam, dengan tujuan hanya mengantarkan Naskah Skripsi karena keesokan harinya saya akan disidang, hehehe..... Kalau tidak salah ingat saya ditemani Al Kanzu dan k Ucy, senior saya yang juga jadi partner riset pada zaman itu....



Foto M. Rahmat Ulhaz diambil dari Mongabay.co.id

Saat berkunjung di desa Kalaodi, saya cukup merasa kaget dengan suhu udara yang begitu dingin. jika dibandingkan dengan Ternate, Kalaodi di kala itu cukup sejuk. Seperti penamaan Kalaodi yang disebut-sebut sebagian masyarakat berasal dari kata bahasa inggris yaitu cloudy yang berarti berawan. Ya, karena negeri berawan ini pun terletak di ketinggian. Ini menjadikan Kalaodi cocok ditinggali sapi FH. Sekadar informasi sapi FH cocok hidup di daerah dingin.

Tetapi, Lupakanlah sejenak tetang perjalanan saya mengelilingi Tidore, mari kembali melihat Tidore dengan Saloinya lebih dekat.

Saloi dan Kearifan Kota Tidore

Saloi merupakan tas punggung semacam ransel yang biasa digunakan untuk membawa hasil kebun seperti kelapa dan pala. Desain saloi berbentuk bundar dan mengerucut kebawah, tetapi bagian bawahnya tumpul.

Salo Keranjang Ransel Unik | Foto diambil dari travel.detik.com

Menurut eS Joyo Airlines Magazine, saloi biasanya dijadikan sebagai buah tangan. Buah tangan ini ditemukan oleh ‘pengumpul informasinya’ dari Pasar Goto yang terletak di Soa Sio. Luar biasa, saya pun baru tahu bahwa ternyata ada pasar di Soa Sio. Sungguh saya benar-benar melihat Tidore diatas awan.


Saloi di Tulisan tentang Tidore | Dokumentasi Pribadi

Dijelaskan lebih lanjut dalam Majalah tersebut bahwasanya Pasar Soa Sio merupakan salah satu pasar tradisional yang unik, selain menjual 90% produk basah, seperti sayur-sayuran dan ikan dan 10% sisanya adalah toko kelontong dan perlengkapan rumah tangga, ternyata ditemukan pula produk-produk kerajinan tangan yang menjadi keunggulan daerah setempat.

Lagi-lagi sungguh saya benar-benar melihat Tidore diatas awan. Bermula dari eS Joyo Airlines Magazine saya berinsiatif akan meluangkan waktu pasiar ke Tidore khsususnya menjelajahi Pasar Goto untuk membeli Saloi. Informasi yang saya dapatkan dari Tulisan ini bahwa harga Saloi sekitar Rp. 100.000 per buah, saya pikir masih terjangkaulah meskipun gaji saya masih jauh dari kata cukup hehehehe.....

Mama-mama penyulam Saloi | Foto diambil dari ruaya.wordpress.com

Tidore bukan hanya tentang saloinya dan tidak berakhir hanya dari penglihatan di atas awan. Sebagaimana dituliskan Abang Sofyan Daud, salah satu sastrawan Indonesia kelahiran Tidore dalam Tulisan beliau “Tidore dan Khasanahnya” bahwa;  



Meskipun pulau Tidore hanya sebuah noktah di peta Indonesia, tetapi jejak sejarahnya membentang panjang. Tidore tampak tersembul indah di hamparan biru laut Halmahera bagai jejumput tanah surga yang ditaburkan tangan-tangan malaikat.  

Jadi, tidak ada kata untuk menolak ajakan Pasiar ke Tidore. Selain indah, kaya khasanah, kita juga bisa mengasah lahir-batin yang masih samar-samar dengan mengunjungi mesjid-mesjid di Tidore bahkan pun untuk belajar ilmu tarekatnya disana.

Pada akhirnya ada satu pesan yang harus saya koar-koarkan tepat setelah Pesawat mendarat. Ya, Mari Kunjungi Tidore rame-rame ;)

http://www.imgrum.org | @jatrahotelpekanbaru_official



0 komentar:

Posting Komentar