Hidup adalah sebuah pencarian: kita, harus terus berjalan. Bergerak dan berbahagia, tetaplah membuka hati untuk saling memaafkan.

Memulai. On Becoming a Learner !





Cukup tertatih menuliskan ini, mencoba merenungkan kembali tanggung jawab diri. Meski terasa sangat terlambat, tapi apalah arti hidup jika tidak memulai sama sekali.

Flash back Story

Masih terekam dengan jelas, ketika hari pertama memasuki bangku SD. Diantarkan papa dan mama, ke sekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumah pada waktu itu membuat saya deg-degan tak terkendali tetapi saya cukup berbahagia.

Memasuki jenjang sekolah menengah pertama yang jaraknya agak jauh dari rumah, yang mana harus menaiki oto mikrolet  (red; mobil angkutan umum) pulang pergi menjadikan tantangan tersendiri bagi anak lulusan SD zaman itu. Meskipun sangat katro di zaman sekarang, tapi sungguh bepergian tanpa orang tua merupakan tantangan tak terlupakan. Seiring berjalannya waktu saya pun tetap berbahagia.

Bebas masuk ke Sekolah Menengah Atas yang merupakan salah satu Sekolah Negeri favorit di kota kecil yang saya tempati melalui jalur Undangan, sungguh sangat mengesankan. Jarak SMA dengan rumah saya yang tidak berjauhan membuat saya bahagia. Meskipun di tahun kedua harus pindah rumah, alhasil jarak ke sekolah semakin panjang. Namun tidak serta merta bisa melunturkan kebahagiaan saya. Saya tetap merasa bahagia.
Gagal meraih mimpi menjadi dokter, mengurungkan niat ke Kota Batu dengan berat hati kemudian berbalik haluan memilih jurusan yang tak pernah terbayangkan merupakan tantangan yang membahagiakan. Endingnya saya sangat mencintai jurusan yang saya pilih, jujur sangat menguntungkan dan membahagiakan.

Diberi kesempatan melanjutkan studi di Kota Hujan cukup menghujani warna dalam hidup. Banyak pelajaran yang menghantarkan pada perubahan. Kesyahduan alamnya mengoarkan semangat bergerak dan membawa hampir pada puncak kebahagiaan.

Bukan hanya sekadar cerita tentang peralihan dari massa ke massa tetapi pada tersiratnya on becoming a learner di usia yang tak remaja lagi.



Memahami Belajar

Belajar merupakan aktivitas keseharian yang dilakukan oleh semua orang. Setiap orang pun memiliki hak untuk memilih atau membuat pilihan (freedom to choose). Kita bisa belajar dari maha guru (face to face), dari buku-buku bacaan, dari pengalaman-pengalaman yang telah terlewati, fenomena alam bahkan dari mimpi dalam tidur. Zaman dengan kemudahan akses informasi seperti sekarang ini pun menjadikan ruang-ruang belajar menjadi lebih luas terutama, bagi yang ingin memanfaatkannya.

Dengan belajar kita secara tidak langsung bertindak untuk melawan lupa dan belajar untuk bertanggung jawab terhadap diri.

Poin pertama, melawan lupa. Menurut Hamara Subakti (2014) dalam Tulisannya Melawan Lupa Sejarah dijelaskan bahwa sejarah adalah perjuangan melawan lupa dan melawan lupa itu sendiri merupakan bentuk perjuangan untuk sekadar mengingatkan. Namun saya ingin mengajak kita untuk bersepakat bahwa belajar merupakan perantaranya. Belajar adalah proses atau perantara melawan lupa. 

Dengan belajar berarti secara tidak langsung kita mengundang masa lalu atau masa sekarang agar terekam dalam memori kita. Bagi pembelajar yang aktif, yang terekam ini akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk melakukan tindak yang lebih persuasif. Analogi sederhananya, jika saya belajar melalui suatu bacaan (membaca) maka saya akan merasa bahagia jika apa yang telah saya pelajari (dibaca) bisa tersampaikan kepada orang lain. Entah melalui jalur diskusi atau menuliskannya kembali dalam Karya Tulis dan membebaskan orang lain untuk menikmatinya. Saya pun teringat pada perkataan guru saya yang sekarang menetap di Kendari: 
Kebahagiaan akan kita dapatkan ketika kita sampai pada halaman terakhir buku yang kita baca, kemudian menceritakan kepada orang lain ataupun menuliskan dan membacakan isinya pada orang lain. 
Sungguh membahagiakan bukan?



Poin kedua, bertanggung jawab terhadap diri. Poin ini cukup menarik, mengutip Harefa Andrias (2000) bahwa manusia dilahirkan untuk menjalankan the three tasks, responsibility and humanity calling. Penjabarannya (kesimpulan sementara) bahwa manusia dilahirkan dengan tiga tugas pokok yaitu pertama, menjadi manusia pembelajar yang belajar terus menerus di ‘sekolah besar’ kehidupan nyata untuk memanusiawikan dirinya; kedua, menjadi pemimpin sejati dengan cara mengambil prakarsa dan menerima tanggungjawab untuk menciptakan masa depan bagi dirinya, lingkungannya, perusahaan atau organisasi dimana dia bekerja; dan ketiga, bertumbuh menjadi guru bagi bangsanya, dan bagi umat manusia di ‘sekolah besar kehidupan’.

Dengan belajar berarti kita telah bertanggung jawab terhadap diri. Bukankah manusia dituntut eksis? Belajar merupakan cara sederhana untuk menunjukkan eksistensi sebagai manusia, yaitu menjadi pembelajar (being human). Menurut HA (2000) bahwa singkatnya manusia adalah satu-satunya makhluk yang berpotensi untuk pertama-tama belajar tentang dirinya, kemudian berusaha belajar menjadi dirinya itu dengan cara belajar mengekspresikan potensinya ke dunia luar (inside out).



Kita Belajar tentang atau Belajar (melakukan) ataukah belajar menjadi??

Konsep menjadi  pembelajar yang digagas oleh Harefa Andrias (2000) merupakan sebuah penyadaran akan eksistensi menjadi pembelajar sejati atau manusia pembelajar. Dijelaskan kembali bahwasanya manusia sebagai pembelajar membelalakkan kita tentang keunikan manusia yang berbeda dengan mahkluk Tuhan lainnya. Dan disimpulkan bahwa manusia adalah salah satu makhluk ciptaan yang dibekali kemampuan untuk belajar tentang (pengajaran) agar ia dapat belajar menjadi (pembelajaran) dengan cara belajar (pelatihan). Ia adalah subjek sekaligus objek bagi dirinya sendiri.

Jika berbalik pada judul kecil diatas apakah kita sedang belajar tentang atau belajar (melakukan) ataukah belajar menjadi tidaklah penting. Yang terpenting adalah kita tetap belajar setiap hari, menjadi pembelajar sejati dan mejadikan, masyarakat pembelajar. Tak penting sekecil apapun skalanya, dimana pun tempatnya tapi yang terpenting adalah kapannya, bahwa kita harus memulai dari sekarang, Ya sekarang juga!! Lebih tepatnya kita harus Memulai – On becoming a learner.

Ending

Sampai pada akhirnya saya mencoba menyimpulkan bahwa proses pembelajaran dapat menjadikan hidup bahagia, yang tidak berdaya menjadi sumber daya dan membiasakan hati untuk bersih dari berbagai prasangka (prejudice) dan penghakiman dini (early judgment). Proses belajar juga mengajarkan kita, tentang pentingnya berterimakasih kepada siapa saja yang baik hatinya, khususnya pada mama dan papa yang sangat saya cintai juga maha guru yang luar biasa dedikasinya. Sungguh, saya mencintai kalian.

Untuk mengakhrinya, kita perlu melihat beberapa kutipan:

Rosalyn S. Yallow; 
Kesenangan belajar memisahkan kaum muda dengan kaum tua. Sepanjang anda bersedia belajar, anda tidak pernah menjadi tua.
H. Owens;
Bukannya profit dan produk tidak lagi penting, namun tanpa pembelajaran berkelanjutan, keduanya tak lagi dimungkinkan.
Dan yang terakhir adalah kutipan dari penulis yang sudah cukup lama saya bangga-banggakan, Andrias Harefa, lelaki juga sosok ayah yang sangat bersyukur tidak pernah menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum UGM hanya demi mempertahankan sebuah prinsip.

Pembelajar mengolah kata, pemimpin menyusun kalimat dan guru merangkai makna.






0 komentar:

Posting Komentar