Hidup adalah sebuah pencarian: kita, harus terus berjalan. Bergerak dan berbahagia, tetaplah membuka hati untuk saling memaafkan.

[Little Fiction] Pilihan-pilihan Bahagia





“Setidaknya aku pernah menawarkanmu beberapa pilihan untuk membuatmu bahagia dewi…..”

30 tahun hidup bersama. Di tahun ini, di tempat duduk yang sama kau mengajukan beberapa pertanyaan yang semestinya tak dipertanyakan. Meski kau tak meragu, aku bisa membaca matamu. Sungguh, aku benar-benar mencintaimu.
“Ingatkah kau dewi, saat aku mengajukan beberapa pertanyaan di tempat ini?” Qolbi menyodorkanku beberapa pertanyaan lampau – lebih tepatnya sebuah pertanyaan yang pernah diajukannya tiga puluh tahun lalu.
“Tak satu kata pun juga tanda bacanya yang aku hilangkan dalam memori ini abi” mataku berpendar ke arah burung-burung berkicauan. Di kanan kiri aku menyaksikan keadaan langit yang kian bersahaja.
“Memilihmu dan memutuskan hidup bersamamu adalah pilihan terbaik dalam hidupku” di bawah pepohonan yang rindang aku dan abi saling menaruh pandang, romantiknya masa silam kembali aku rasakan. Meskipun langit belum benar-benar memutih rasa ini terasa semakin bening.
**

25 tahun yang lalu.
Aku sedang mengandung Al-haqqi, tepat dua puluh tiga hari. Surat ini tergeletak diatas note book kesayanganku. Aku membacanya sembari menumpuk penat.

I’m Ternate
Choose me….
You can feel atmosphere in peace
I’m Singapore
How about me?
You can see dynamics and gorgeous city

Dear my wife
Thinking of all the reasons
I’m blessed to be yours
I couldn’t ask for more, but please…..
With Alloh’s permit… I’ll bring you fly

Wajah yang semula pucat pasi perlahan berubah menjadi senyuman berarti. Sebab, bukan hanya surat ada juga  setangkai mawar penanda kesetiaan abi.
“Ada-ada saja abi” gumamku dalam hati.
Semenjak sebulan ini aku memang menghindari aktivitas berat, selama itupun aku meminta cuti kerja. Waktu yang banyak di rumah kugunakan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian cerita tentang sumur, dapur dan kasur. Menulis adalah caraku mengusir penat. Setelah menikah, agenda travelling yang paling menjadi favorit sudah ku kubur dalam-dalam. Bukan apa-apa, membagun rumah tangga membutuhkan banyak anggaran tak terduga. Aku harus benar-benar irit. Tak perlu  bermimpi.
Jika matahari sudah benar-benar naik, aku tak pernah alpa menjemur nasi sisa kemarin sebagai bahan rengginang kesukaan Qolbi.
*
Sore belum juga berakhir tetapi hidangan makan malam telah tersaji. Sebelum menunggu Abi akupun menyempatkan untuk mengetik beberapa naskah puisi.
“Selamat malam sore” abi menyapaku dengan hati-hati.
Abi dengan nama lengkap Abdullah Qalbi Ikhsan adalah sosok suami yang paling pengertian. Keterkejutan yang terkadang akan membuyarkan konsentrasi pun dipahaminya. Tak pernah sekalipun membuatku terkejut ketika melihatku sedang sakau–berpacu dalam melodi: membiarkan jemari berkelana di antara tombol-tombol untuk mengeluarkan jurus tanpa bentuk.
Aku mengulurkan tangan pertanda salaman “sudah dari tadi pulangnya bi?”
“Belum lama dewi” jawabnya pelan
“sudahlah segeralah mandi, lanjutkan makan kemudian beristirahatlah” sambil menenteng sepatu aku berjalan ke arah meja makan.
Abi menuju kamar mandi. Aku segera merapikan note book dan beberapa memo notes yang berserakan. Taplak corak-corak keemasan menambah manisnya hidangan sederhana yang kusiapkan, di pojok meja ada pula satu toples rengginang.

**
Sebelum benar-benar pagi aku membaca kembali surat semi kaleng yang diletakkan abi tepat diatas note book ku.
“Abi, aku berterimakasih atas keikhlasan dan kasih sayang tulusnya selama ini” sungguh empat tahun 24 hari hidup bersamamu membuatku harus bersyukur berkali-kali”
kemudian aku melanjutkan pembicaraan, “Tak perlu sibuk-sibuk membawaku fly in the sky abi,
hidup membumi denganmu sudah lebih dari cukup” Aku melepaskan senyum manja, sepertinya ini yang teramat berlebihan.
“Tidak dewi, terbang bersamamu dan melayang bersama kebahagiaanmu adalah impianku. Surat itu akan menjadi bukti bahwa aku pernah menawarkan beberapa pilihan-pilihan kebahagiaan untukmu” abi berusaha menjelaskan secara detail maksud dan tujuan mengapa little romantic letter itu harus dituliskan.
 
**
Taman Kota
Kembali dibawah langit yang syahdu. Meski taman terlihat agak jauh dari mesjid Al-Huriyah. Tetapi masih terdengar jelas wejangan pagi dari Ustad Al-Haqqi. Mungkin speaker mesjidnya cukup mahal.

“Jamah mesjid Alhuriyah yang dirahmati Allah. Mari kita sama-sama merenungi perjalanan bersama waktu. Kita tentu harus benar-benar mengambil manfaat dari orang lain. Tujuannya adalah mengoptimalkan waktu dengan cara yang paling baik. Kita mungkin akan terkagum bila mengetahui bahwa Al’Qur’anul Karim merupakan Kitab Pertama yang menyodorkan metode manajemen waktu dengan begitu indah. Di setiap ayat terdapat arahan Allah SWT yang mengajarkan kita bagaimana kita menginvestasikan waktu dan mewujudkan kesuksesan dunia dan akhirat.
Al-Qur’an menerangkan tentang urgensi waktu dalam sebuah ayat yang sungguh indah yakni surat Al-Hajj ayat 47: “Dan sungguh satu hari di sisi Rabbmu itu seperti seribu tahun dari apa yang mereka hitung”.
Di dalam ayat tersebut diatas kita mendapatkan isyarat bahwa manusia tidak hidup kecuali dengan waktu  sepanjang tujuh puluh tahun, ini artinya dia hidup sepanjang 70:1000 = sekitar 7% dari hakikat satu hari.

Tuturan Al-Haqqi memiliki arti mendalam, yang mana usia manusia sangat pendek sekali, sehingga ayat tadi menerangkan pentingnya perhatian terhadap waktu dan memanfaatkannya dalam amal kebaikan yang bisa memberi keberhasilan pada diri dan masyarakat.
*
Belum genap sebulan Al-haqqi kembali dari Mesir. Semenjak itu Al-Haqqi sering mengisi ceramah-ceramah di mesjid dan acara di hari-hari besar keaagmaan. Abi dan uminya wajib hadir-mungkin itulah satu bentuk sederhana Al-Haqqi untuk membahagiakan kedua orang tuanya.
Seusai mengisi ceramah subuh di Mesjid Al-Huriyyah, Al Haqqi ditemui oleh seorang pemuda yang seumuran dengannya. Style nya juga tak berbeda. Baju koko berwarna cokelat susu dengan bawahan hitam pekat tak lupa kaki celananya yang dilipat tepat diatas pergelangan kaki.
“Assalammualaikum ustad” lelaki itu berjalan dengan langkah panjang mendekati Al-Haqqi
“Waalaikumsalam, bagaimana saudaraku?” Al-Haqqi menjawab dengan nada lembut
“Ini undangan untuk mengisi ceramah pada bulan Mei mendatang ustad, Jika ustad bersedia bisa hubungi nomor saya yang ada samping kiri bawah amplop itu” Lelaki itu menyodorkan amplop putih dengan ukuran kurang 20 cm.
**
Seusai menyantap hidangan makan malam: sayur asem, sambal terasi, nasi jagung dan ikan asin. Qolbi membuka pembicaraan.
“Dewi sudah hampir 30 tahun hidup bersamamu, tapi kupikir tak ada sesuatu yang bisa kuberikan untuk membuat kamu bahagia, bahkan little romantic letter pun tak sanggup aku realisasikan” Qolbi menatap langit-langit rumah.
“Tidak menjadi suatu masalah bagiku” Dewi menjawabnya dengan senyum menyeringai tipis.
“Jujur padaku dewi, sudahkah kau merasa bahagia hidup denganku selama ini?” Qolbi terkesan memaksa meminta jawabannya padaku.
“Abi, memberikan Al-Haqqi dalam hidup ini pun sudah lebih dari cukup. Percayalah” Aku mendekati Qolbi sembari menggenggam kedua tangannya. Menatap matanya dalam-dalam.
Malam yang kian hening.
Sungguh, meskipun sudah terlampau lama, tatapan mata juga dekapan hangatnya membuatku tak pernah meragu dan tetap mencintainya seperti di awal bertemu. Qolbi bergumam di dalam hati.
**
Setelah memberikan kuliah subuh, Alhaqqi menemuiku yang sedang asyik menggoreng rengginang di dapur. “Bu, bersiap-siaplah besok kita akan berangkat ke Ternate. Al-Haqqi diundang untuk memberikan ceramah disana. Bapak dan ibu harus ikut”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Ada bulir-bulir air yang mengalir di sela-sela pipi.
*
Di depan Mesjid Al-Munawwar Ternate aku memeluk Al-Haqqi juga Qolbi sembari mengenang ucapan papa sewaktu masih hidup.
“Hari ini, kita menghabiskan sekitar setengah waktu hidup untuk bekerja. Alangkah baiknya waktu tersebut dilalui dengan kebahagiaan. Ibarat sebuah perusahaan yang memiliki peran menciptakan purpose, hope dan friendship dalam bekerja. Namun tahukah kamu, pada akhirnya kebahagiaan tetap merupakan tanggung jawab setiap orang”.

****

Ternate, Februari 2018





0 komentar:

Posting Komentar