Hidup adalah sebuah pencarian: kita, harus terus berjalan. Bergerak dan berbahagia, tetaplah membuka hati untuk saling memaafkan.

Era Digital, Heritage Ternate harus Tetap Dilestarikan! [Catatan Kunjungan: Festival Pusaka Ternate 2018]


 
[doc Pribadi] Ternate di Majalah Alifuru Tahun 2011


Ternate pulau yang indah | Negeri yang damai penuh sejarah | Dari kecil torang su dengar | Hasil Cengkeh Pala Melimpah | | Danau tolire yang mempesona | Sulamadaha Pantai Wisata | Benteng Toloku saksi sejarah | Gunung gamalama lambang negri || Negeri Tercinta negeri yang kaya | Surga dunia ada disana |Dari dulu sampe sekarang |Tar ilang akang pe indah || Negeri tercinta negeri yang kaya | Terkenal di seluruh dunia | Kieraha kota sejarah | Ternate Kota Budaya

Jika mengaku orang Ternate, sekiranya sudah pernah mendengar Ternate Kota Budaya, sebuah tembang yang divokali Mitha Talahatu. Lirik Ternate Kota Budaya ciptaan Ridho Muin  ini mengemas dengan sangat apik wajah Ternate sebagai kota budaya. Lirik pada reffren juga menekankan: sudah sejak lama Ternate dikenal dunia. Kekayaan sumberdaya alamnya: cengkeh (Syzygium aromaticum) dan pala (Myristica fragrans) menjadi pelengkap kebudayaan Ternate.

Heritage atau pusaka Indonesia yang kita kenali, terdiri atas: pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana. Lirik lagu Ternate Kota Budaya pun merepresentasikan ke-kompleks-an itu. Gunung Gamalama beserta lautannya, Danau Tolire, Pantai Sulamadaha, Hasil Cengkeh dan Pala yang menjadi primadona merupakan asset kota Ternate.

Memang jika dilihat dari peta, Ternate memiliki ukuran yang tidak seberapa, tetapi panorama alamnya cukup menyejukkan mata. Lihatlah dari utara hingga selatan Ternate akan kita dapati Benteng Toluko, Kedaton Sultan Ternate, Lapangan Ngara Lamo, Sigi Lamo, Benteng Orange, Benteng Kalamata, Benteng Kastela, Pantai Sulamadaha belum lagi Gunung Gamalama, Batu Angus dan masih banyak lagi spot-spot yang bukan hanya instagramable pun juga sarat akan sejarah. Belum lagi kuliner yang khas serta beberapa perkampungan yang masih kental nuansa budayanya.

Heritage (kamus Inggris-Indonesia; John M. Echols dan Hasan Shadily) memiliki arti warisan atau pusaka sedangkan dalam kamus Oxford, heritage ditulis sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa dan negara selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter mereka.

Warisan atau pusaka yang terdapat di kota Ternate tanpa disadari telah menjelma menjadi karakter orang-orang Ternate. Siloloa (budaya menawarkan sesuatu/permisi) misalnya, mungkin ini adalah hal yang paling sederhana. Setiap hendak makan tanpa disadari (sebelumnya) pasti (ada proses) menawarkan kepada orang-orang yang berada di sebelah/sekeliling. Meskipun jika dilihat dari arti sebenarnya siloloa ini merupakan tradisi lisan kerajaan Ternate (Maloko Kie Raha)  yang merupakan kegiatan yang terjadi pada saat iring-iringan calon pengantin pria menuju ke rumah calon pengantin wanita untuk akad nikah. Unggah-ungguh pada tetua juga masih dirasa cukup kental di Ternate karena dalam percakapan keseharian saja ada pembeda. Jika ingin berbicara dengan lawan yang sebaya ataupun yang umurnya jauh lebih tua itu tak sama. Penggunaan nama (sebutan nama) untuk berbicara dengan tetua dan saya (sebagai kata ganti aku) jika lawan bicaranya sebaya (seumuran).

Nuansa budaya inilah yang mungkin menjadikan Ternate semakin ‘OK’ dengan jargon kota Budayanya. Karena representasi kota Budaya mungkin (bagi awam) tidak hanya cukup dengan deretan bangunan berarsitektur lampau tapi juga tercermin dari komunikasi yang terbangun dalam keseharian masyarakatnya.

Belajar Pelestarian Budaya di Ternate Heritage Society

Ternate Heritage Society adalah salah satu komunitas yang cukup andil dalam edukasi budaya dan heritage khususnya di Kota Ternate. Di pertengahan Februari ini tepat 15–17 Februari 2018 ini THS menyelenggarakan event Festival Pusaka Ternate.

Seperti malam puncaknya (17 Februari 2018) pengunjung disuguhi berbagai macam produk kebudayaan seperti pemutaran video dokumenter jelajah Ternate, video mapping, musikalisasi puisi, tarian daerah dan musik daerah yang cukup melegenda yang sarat makna.

Sebelum puncak acara Sabtu malam, telah dilaksanakan (15-16, Februari 2018) beberapa agenda menarik seperti Jelajah Kampong China, Workshop Sketsa, Sketsa Digital, Tarian Tempurung teater “Walola Hisa Kolano”, kelas pusaka anak dan permainan tradisional. Terdapat pula beragam lomba: fotografi, penulisan esai, video mapping. Diskusi film, Cengkeh Afo Menyapa Dunia, Parade Kain Ternate, Tarian Dodorobe, Parodi serta musik Perkusi.

Di malam puncak pagelaran event yang digelar di Benteng Fort Oranje Kota Ternate ini menyuguhkan musik tradisional dengan iringan tarian obor juga lalayon. Beberapa anak muda (laki-laki) telanjang dada membawa obor yang menyala sementara beberapa ibu-ibu dan remaja perempuan sibuk berlalayon sembari membawa tampa nasi (red: tempat nasi). Tarian dan musik yang berpadu menjadi alunan yang magis pun mencerminkan makna yang cukup sarat. Adapun sepenggalan maknanya:

Alunan musik kabata yang mengekspresikan semangat dari petani da nelayan. Di saat mereka lelah, mereka duduk berkumpul di surau sambil makan makanan ringan.
Dengan wajah berbahagia menyambut hari esok yang lebih baik.

Masyarakat marilah hidup mengikuti adat budaya yang dimiliki, janganlah mengikuti budaya kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan kearifan kita. Mari kita lestarikan adat dan budaya Maluku Utara.


Selain itu video mapping juga disuguhkan dengan cukup memukau tepat di pelataran Benteng Fort Oranje. Suasana yang dirancang serupa bioskop indoor menambah kehikmatan pengunjung. Video yang menceritakan tentang perjuangan pahlawan melawan penjajah di kota yang dulu dikenal dengan Pulau Gapi ini semakin terasa getarannya ketika pasukan soya-soya menampilkan gelagat keheroikannya dalam tarian yang berlangsung hampir 30 menit.

Sebagaimana dijelaskan Maulana Ibrahim sebagai ketua Ternate Heritage Society bahwasanya pusaka Ternate merupakan warisan budaya, nilai-nilai penting yang harus dijaga kelestariannya untuk generasi berikutnya (Malut Post, 17/02/18). Ikhtiar ini pun harusnya menjadi alaram untuk kita semua. Tak ayal bekembang pesatnya teknologi dan modernisasi bukan hanya (akan) menjadi peluang pun juga ancaman bagi generasi muda yang akan datang. Ketakutan akan masuknya budaya barat yang akan mengurangi kecintaan generasi muda terhadap pusakanya tidak bisa diklaim belebihan mengingat ini adalah zaman now, era-nya digital. Dengan sekali click generasi kita bisa menjelajahi beragam budaya barat. Jika tidak ada filterisasi yang baik maka kekhawatiran akan menjadi semakin menakutkan.

Era Digital dan One click = Heritage Digital Library Network (Headline)

Berdasarkan hasil survei penggunaan TIK serta implikasinya terhadap  Aspek Sosial Budaya Masyarakat 2017, jumlah pengguna internet mencapai 45% dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 9419 orang. Artinya, jika jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta, maka jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 117 juta pengguna. Berdasarkan usia, pengguna internet paling banyak dikategori 20–29 tahun, menyusul usia 30-49 tahun. Hal ini diasumsikan pada usia tersebut adalah masa-masa belajar dan usia produktif dalam bekerja. Sedangkan untuk wilayah dan pulau responden yang bermukim di wilayah urban masih mendominasi penggunaan internet dibanding wilayah rural (perdesaan) 

Dari data tersebut diatas, dapat dilihat bahwa kondisi 20–29 tahun ini merupakan pelaku di era digital. Yang mana pada usia ini harus dibekali dengan edukasi budaya yang mumpuni agar dapat memberikan sharing back kepada masyarakat pada umur diatas 29 tahun dan yang paling urgen pada umur dibawah 20 tahun (Indonesiabaik.id).

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Pepatah ini memiliki interpretasi bahwasanya mengetahui informasi secara mendalam tentang sesuatu akan memberikan  respon tertentu, meskipun hasilnya tak hanya berupa respon postif.

Kemas ulang (repackage) dalam bentuk digital sebagai upaya melestarikan budaya sudah seharusnya dilakukan di zaman now. Sehingga diupayakan dapat menumbuhkembangkan pengetahuan dan rasa cinta pada budaya sendiri. Harapannya ini merupakan langkah awal pelestarian budaya dan heritage kota Ternate. Dengan cara men-design suatu rangkaian tersistem sehingga dengan sekali klik (one click) kita bisa menjelajahi khasanah budaya Maluku Utara khususnya kota Ternate. Kapan saja dan dimana saja, itu kuncinya. Bentuknya bisa berupa professional website ataupun semacam aplikasi yang mudah digunakan dan dipelajari (easy using and learning) oleh segala jenjang usia.

Heritage Digital Library Network Ternate harus diupayakan kehadirannya untuk memfasilitasi masyarakat umum dalam edukasi guna berlangsungnya pelestarian budaya kota Ternate. Dengan Headline kita bisa belajar tentang sejarah benteng; kuliner; menelisik sisi lain kota Ternate dari suguhan sastra lisan, tari-tarian dan adat seatorangnya yang cukup beragam. Kita tahu maka kita cinta dan pastinya akan kita lestarikan.  

Jika masih menginginkan tembang Ternate Kota Budaya sesuai dengan realita (Ternate pulau yang indah | Negeri yang damai penuh sejarah ) maka meskipun di era digital, Heritage Ternate harus tetap dilestarikan! Pertanyaannya Kapan?  Ya, Sekarang juga! dan siapa yang akan melestarikannya? Jawabannya ya tentunya Kita. Lalu jika bukan kita, siapa lagi?

Ternate tanpa heritage bagaikan tubuh tanpa roh
Hidup segan, mati pun serasa tak mau….
Heritage harusnya dihidupkan, dimaknai dan dijiwai
One click untuk heritage zaman now, why not?



Referensi:

Surat Kabar Harian Malut Post Tanggal 17 Februari 2018



0 komentar:

Posting Komentar