Ternate – Teatrikal dengan tema jangan
menghapus jejakku digelar dengan hikmat (Sabtu,28/04/2018). Mini teater digelar
di taman Dodoku Ali Depan Kedaton Kesultanan Ternate. Pagelaran ini merupakan
inisiasi Fadriah Syuaib, seniman asal Ternate yang aktif dalam Komunitas
Kampung Warna dan Rumah Sabua yang pada kesempatan ini bekerjasama dengan
Sanggar Timur Jauh dan Folakatu Art Tidore.
Karya Dodoku: Jangan Menghapus Tapak mendapat founding dari Yayasan Kelola melalui hibah Cipta Perdamaian tahun 2018. Karya ini merupakan respon terhadap konflik situs bersejarah Dodoku Ali yang direklamasi oleh pemerintah kota Ternate.
Teatrikal sarat makna yang
disutradarai oleh Isa Tidore (Alumni Magang Nusantara, Yayasan Kelola) ini
menceritakan tentang kondisi masyarakat di sekitar Dodoku Ali yang kehilangan
ruang publik akibat manajemen tata kelola yang belum optimal oleh pemerintah.
“Jangan menghapus tapak, jangan menghapus tapak-tapak kaki leluhur adat kie
raha. Jangan menghapus jejak adat leluhur moloku kie raha” penggalan kalimat
akhir teatrikal.
Di pertengahan acara penonton disuguhi
musik. Sedikit penggalan syairnya “Tuan datang urusan pun selesai | Tuan pulang
membawa tanda tangan | Tuan datang untuk kepentingan pribadi | Tuan lupa, ini
bukan untuk tuan | Ado mama e, ado papa e Laut so ilang | Moloku Kie Raha”.
Syair yang sangat dalam.
Di akhir kegiatan penonton diajak
menjejaki dodoku dengan film dokumenter bertajuk Dodoku: Dulu, Kini dan Nanti.
“Dodoku adalah jembatan. Dulu masyarakat lebih
mengenal Dodoku Mari yang merupakan tumpukan batu menuju laut; tempat dimana
para tamu kesultanan datang menuju kedaton kesultanan. Pada tahun 1999 Dodoku
Ali dibangun, penambahan Ali merupakan penghormatan terhadap Kapita Laut
kesultanan yang banyak berjasa. Semenjak di reklamasi lokasi dodoku ini tampak
tidak terurus. Kini nasib Dodoku Ali serupa dengan Dodoku mari. Keduanya
merupakan situs bersejarah bernilai historis tinggi yang masih diabaikan”
sepenggal cerita film dokumenter dari Rumah Sabua ini juga merepresentasikan
betapa pentingnya memelihara situs bersejarah terlebih penekanannya yaitu
pemanfaatan Dodoku sebagai ruang publik. Disini (red. Dodoku) bisa menjadi
ruang publik; tempat anak-anak bermain dan juga sebagai pusat berkesenian.
Sebagaimana ungkapan kak ia, sapaan
Fadriah Syuaib di sesi diskusi bahwa Karya ini hendak mewacanakan pada publik
taman Dodoku Ali yang dulu sebelum reklamasi sering digunakan sebagai tempat
kegiatan komunitas, dapat difungsikan kembali menjadi ruang publik yang terbuka
bagi kegiatan masyarakat. Hal ini juga diiyakan oleh pihak kedaton Kesultanan
yang turut hadir dalam acara “Dodoku Ali sudah lama tidak ditata. Tetapi kini
Dodoku Ali harus ditata kembali seperti membuat open space untuk anak-anak.
Dodoku Ali harus menjadi ruang terbuka untuk kita semua” tutupnya.
0 komentar:
Posting Komentar