Ternate pulau yang indah | Negeri yang damai
penuh sejarah | Dari kecil torang su dengar | Hasil Cengkeh Pala Melimpah | | Danau
tolire yang mempesona | Sulamadaha Pantai Wisata | Benteng Toloku saksi sejarah
| Gunung gamalama lambang negri || Negeri Tercinta negeri yang kaya | Surga dunia
ada disana |Dari dulu sampe sekarang |Tar ilang akang pe indah || Negeri
tercinta negeri yang kaya | Terkenal di seluruh dunia | Kieraha kota sejarah | Ternate
Kota Budaya
Jika
mengaku orang Ternate, sekiranya sudah pernah mendengar Ternate Kota Budaya, sebuah tembang yang divokali Mitha Talahatu. Lirik
Ternate Kota Budaya ciptaan Ridho Muin
ini mengemas dengan sangat apik wajah Ternate sebagai kota budaya. Lirik
pada reffren juga menekankan: sudah
sejak lama Ternate dikenal dunia. Kekayaan sumberdaya alamnya: cengkeh (Syzygium aromaticum) dan pala (Myristica fragrans) menjadi pelengkap kebudayaan
Ternate.
Heritage atau pusaka Indonesia yang kita
kenali, terdiri atas: pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana. Lirik lagu
Ternate Kota Budaya pun merepresentasikan ke-kompleks-an itu. Gunung Gamalama
beserta lautannya, Danau Tolire, Pantai Sulamadaha, Hasil Cengkeh dan Pala yang
menjadi primadona merupakan asset kota
Ternate.
Memang
jika dilihat dari peta, Ternate memiliki ukuran yang tidak seberapa, tetapi panorama
alamnya cukup menyejukkan mata. Lihatlah dari utara hingga selatan Ternate akan
kita dapati Benteng Toluko, Kedaton Sultan Ternate, Lapangan Ngara Lamo, Sigi
Lamo, Benteng Orange, Benteng Kalamata, Benteng Kastela, Pantai Sulamadaha belum
lagi Gunung Gamalama, Batu Angus dan masih banyak lagi spot-spot yang bukan
hanya instagramable pun juga sarat
akan sejarah. Belum lagi kuliner yang khas serta beberapa perkampungan yang
masih kental nuansa budayanya.
Heritage (kamus Inggris-Indonesia; John M.
Echols dan Hasan Shadily) memiliki arti warisan atau pusaka sedangkan dalam
kamus Oxford, heritage ditulis
sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa dan negara
selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter mereka.
Warisan
atau pusaka yang terdapat di kota Ternate tanpa disadari telah menjelma menjadi
karakter orang-orang Ternate. Siloloa (budaya menawarkan sesuatu/permisi) misalnya,
mungkin ini adalah hal yang paling sederhana. Setiap hendak makan tanpa
disadari (sebelumnya) pasti (ada proses) menawarkan kepada orang-orang yang
berada di sebelah/sekeliling. Meskipun jika dilihat dari arti sebenarnya
siloloa ini merupakan tradisi lisan kerajaan Ternate (Maloko Kie Raha) yang merupakan kegiatan yang terjadi pada
saat iring-iringan calon pengantin pria menuju ke rumah calon pengantin wanita
untuk akad nikah. Unggah-ungguh pada tetua
juga masih dirasa cukup kental di Ternate karena dalam percakapan keseharian
saja ada pembeda. Jika ingin berbicara dengan lawan yang sebaya ataupun yang
umurnya jauh lebih tua itu tak sama. Penggunaan nama (sebutan nama) untuk
berbicara dengan tetua dan saya (sebagai
kata ganti aku) jika lawan bicaranya sebaya (seumuran).
Nuansa
budaya inilah yang mungkin menjadikan Ternate semakin ‘OK’ dengan jargon kota
Budayanya. Karena representasi kota Budaya mungkin (bagi awam) tidak hanya
cukup dengan deretan bangunan berarsitektur lampau tapi juga tercermin dari
komunikasi yang terbangun dalam keseharian masyarakatnya.
Belajar Pelestarian Budaya di Ternate Heritage Society
Ternate
Heritage Society adalah salah satu komunitas yang cukup andil dalam edukasi
budaya dan heritage khususnya di Kota
Ternate. Di pertengahan Februari ini tepat 15–17 Februari 2018 ini THS
menyelenggarakan event Festival
Pusaka Ternate.
Seperti
malam puncaknya (17 Februari 2018) pengunjung disuguhi berbagai macam produk
kebudayaan seperti pemutaran video dokumenter jelajah Ternate, video mapping, musikalisasi puisi,
tarian daerah dan musik daerah yang cukup melegenda yang sarat makna.
Sebelum
puncak acara Sabtu malam, telah dilaksanakan (15-16, Februari 2018) beberapa agenda
menarik seperti Jelajah Kampong China, Workshop Sketsa, Sketsa Digital, Tarian
Tempurung teater “Walola Hisa Kolano”,
kelas pusaka anak dan permainan tradisional. Terdapat pula beragam lomba:
fotografi, penulisan esai, video mapping. Diskusi film, Cengkeh Afo Menyapa
Dunia, Parade Kain Ternate, Tarian Dodorobe, Parodi serta musik Perkusi.
Di
malam puncak pagelaran event yang
digelar di Benteng Fort Oranje Kota
Ternate ini menyuguhkan musik tradisional dengan iringan tarian obor juga
lalayon. Beberapa anak muda (laki-laki) telanjang dada membawa obor yang
menyala sementara beberapa ibu-ibu dan remaja perempuan sibuk berlalayon
sembari membawa tampa nasi (red:
tempat nasi). Tarian dan musik yang berpadu menjadi alunan yang magis pun mencerminkan makna yang cukup sarat.
Adapun sepenggalan maknanya:
Alunan musik kabata yang mengekspresikan semangat dari
petani da nelayan. Di saat mereka lelah, mereka duduk berkumpul di surau sambil
makan makanan ringan.
Dengan wajah berbahagia menyambut hari esok yang lebih baik.
Masyarakat marilah hidup mengikuti adat budaya yang dimiliki, janganlah mengikuti budaya kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan kearifan kita. Mari kita lestarikan adat dan budaya Maluku Utara.
Selain itu video mapping juga disuguhkan dengan cukup memukau tepat di pelataran Benteng Fort Oranje. Suasana yang dirancang serupa bioskop indoor menambah kehikmatan pengunjung. Video yang menceritakan tentang perjuangan pahlawan melawan penjajah di kota yang dulu dikenal dengan Pulau Gapi ini semakin terasa getarannya ketika pasukan soya-soya menampilkan gelagat keheroikannya dalam tarian yang berlangsung hampir 30 menit.
Sebagaimana
dijelaskan Maulana Ibrahim sebagai ketua Ternate
Heritage Society bahwasanya pusaka Ternate merupakan warisan budaya,
nilai-nilai penting yang harus dijaga kelestariannya untuk generasi berikutnya
(Malut Post, 17/02/18). Ikhtiar ini pun harusnya menjadi alaram untuk kita
semua. Tak ayal bekembang pesatnya teknologi dan modernisasi bukan hanya (akan)
menjadi peluang pun juga ancaman bagi generasi muda yang akan datang. Ketakutan
akan masuknya budaya barat yang akan mengurangi kecintaan generasi muda
terhadap pusakanya tidak bisa diklaim belebihan mengingat ini adalah zaman now, era-nya digital. Dengan
sekali click generasi kita bisa menjelajahi
beragam budaya barat. Jika tidak ada filterisasi yang baik maka kekhawatiran akan
menjadi semakin menakutkan.
Era
Digital dan One click = Heritage Digital Library Network (Headline)
Berdasarkan hasil survei penggunaan TIK
serta implikasinya terhadap Aspek Sosial
Budaya Masyarakat 2017, jumlah pengguna internet mencapai 45% dari jumlah
keseluruhan responden sebanyak 9419 orang. Artinya, jika jumlah penduduk
Indonesia saat ini mencapai 262 juta, maka jumlah pengguna internet di
Indonesia mencapai 117 juta pengguna. Berdasarkan usia, pengguna internet
paling banyak dikategori 20–29 tahun, menyusul usia 30-49 tahun. Hal ini
diasumsikan pada usia tersebut adalah masa-masa belajar dan usia produktif
dalam bekerja. Sedangkan untuk wilayah dan pulau responden yang bermukim di
wilayah urban masih mendominasi penggunaan internet dibanding wilayah rural (perdesaan)
Dari data tersebut diatas, dapat dilihat
bahwa kondisi 20–29 tahun ini merupakan pelaku di era digital. Yang mana pada
usia ini harus dibekali dengan edukasi budaya yang mumpuni agar dapat
memberikan sharing back kepada
masyarakat pada umur diatas 29 tahun dan yang paling urgen pada umur dibawah 20
tahun (Indonesiabaik.id).
Tak kenal maka tak sayang, tak sayang
maka tak cinta. Pepatah ini memiliki interpretasi bahwasanya mengetahui
informasi secara mendalam tentang sesuatu akan memberikan respon tertentu, meskipun hasilnya tak hanya
berupa respon postif.
Kemas ulang (repackage) dalam bentuk digital sebagai upaya melestarikan budaya sudah seharusnya dilakukan di zaman now.
Sehingga diupayakan dapat menumbuhkembangkan pengetahuan dan rasa cinta pada
budaya sendiri. Harapannya ini merupakan langkah awal pelestarian budaya dan heritage kota Ternate. Dengan cara men-design suatu rangkaian tersistem
sehingga dengan sekali klik (one click)
kita bisa menjelajahi khasanah budaya Maluku Utara khususnya kota Ternate.
Kapan saja dan dimana saja, itu kuncinya. Bentuknya bisa berupa professional website ataupun semacam aplikasi yang mudah digunakan dan dipelajari (easy using and learning)
oleh segala jenjang usia.
Heritage
Digital Library Network Ternate harus
diupayakan kehadirannya untuk memfasilitasi masyarakat umum dalam edukasi guna berlangsungnya pelestarian
budaya kota Ternate. Dengan Headline
kita bisa belajar tentang sejarah benteng; kuliner; menelisik
sisi lain kota Ternate dari suguhan sastra lisan, tari-tarian dan adat
seatorangnya yang cukup beragam. Kita tahu maka kita cinta dan pastinya akan kita lestarikan.
Jika masih menginginkan tembang Ternate
Kota Budaya sesuai dengan realita (Ternate
pulau yang indah | Negeri yang damai penuh sejarah ) maka meskipun di era digital, Heritage Ternate harus tetap dilestarikan! Pertanyaannya Kapan? Ya, Sekarang juga! dan siapa yang akan melestarikannya? Jawabannya ya tentunya Kita.
Lalu jika bukan kita, siapa lagi?
Ternate tanpa heritage bagaikan tubuh tanpa roh
Hidup segan, mati pun serasa tak mau….
Heritage harusnya dihidupkan, dimaknai dan dijiwai
One click untuk heritage zaman now, why
not?
Referensi:
Surat Kabar Harian Malut Post Tanggal
17 Februari 2018
0 komentar:
Posting Komentar