[dokpri] Sapi Pasundan di wilayah hutan |
Sapi pasundan merupakan sumberdaya genetik ternak lokal Indonesia asal
Jawa Barat, hasil adaptasi lebih
dari sepuluh generasi antara Bos sundaicus dengan
sapi jawa, madura dan sumba ongole[1]. Sapi pasundan memiliki warna tubuh dominan merah bata,
terdapat warna putih bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus) dengan
batasan tidak kontras. Terdapat garis belut atau garis punggung sepanjang
punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan.
Beberapa sapi pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna dari merah
bata menjadi hitam sesuai dengan dewasa kelamin yang digadang-gadang
sebagai perubahan hormon
anderogen. Sapi pasundan memiliki ukuran tinggi pundak jantan 115.74+8.40 cm dan
betina 109.74+6.30 cm, panjang badan jantan 120.09+9.80 cm dan
betina 110.09+9.68 cm serta lingkar dada jantan 150.22+11.76 dan
betina 138.22+11.85cm. Bobot badan pada jantan 240.40+34.00 kg dan betina
220.30 kg[1]. Sapi yang memiliki nama lain yaitu sapi
pakidulan, rancah dan kacang ini memiliki
ukuran
tubuh yang kecil, tahan terhadap penyakit tropis dan
perubahan lingkungan yang ekstrim termasuk kondisi pakan yang berkualitas rendah[3].
Sebaran asli sapi pasundan terdapat di Provinsi Jawa Barat meliputi
Kabupaten Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi, Ciamis, Kuningan,
Majalengka, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta. Sapi pasundan dipelihara secara
turun-temurun dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat peternak selama
ratusan tahun serta dijadikan sebagai sumber modal.
BPS Jawa Barat tahun 2015 melaporkan
populasi sapi pasundan mengalami penurunan pada tahun 2013 dari 50.000 ekor menjadi 40.000 ekor pada tahun 2015[4]. Penurunan ini diduga karena adanya seleksi negatif dalam
populasi:
sapi-sapi berukuran besar terkuras melalui pemotongan dan
pengeluaran yang tidak terkontrol. Selain itu adanya introduksi inseminasi buatan (IB) yang cukup intensif mengakibatkan
pengurasan sumberdaya genetik ternak lokal[5].
Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 1051/Kpts/SR.120/10/2014 merupakan legalisasi terhadap sapi pasundan
sebagai rumpun ternak khas Jawa Barat. Legalitas ini juga merepresentasikan
perbedaan fenotipik dari beberapa sapi lokal lainnya di Indonesia seperti sapi
bali, sapi madura dan PO. Sulasmi dkk (2016) melakukan kajian terhadap
karakterisasi sapi pasundan di wilayah subpopulasi dan perbandingan dengan sapi
bali, Madura dan PO. Karakterisasi yang dilakukan berupa pengukuran terhadap
ukuran-ukuran tubuh ketika ternak berdiri normal dan bobot badan bertumpu pada
kedua kakinya dalam kondisi seimbang.
Ternak yang diukur dalam penelitian ini yaitu sapi pasundan, bali, madura
dan PO dengan jumlah 162 ekor sapi jantan dan 310 ekor sapi betina. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran tubuh sapi pasundan di wilayah
subpopulasi terlihat lebih beragam. Hal ini senada dengan perbandingan antara
sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan PO. Bobot badan sapi pasundan juga memiliki keragaman yang
cukup tinggi[6]. Maka hasil menginterpretasikan bahwa sapi
pasundan memiliki tingkat keragaman yang cukup besar. Semakin besar keragaman
ternak menunjukkan potensi tersebut untuk dilestarikan. Sehingga diperlukan
upaya pelestarian dalam hal ini implementasi kebijakan pemuliaan yang tepat
untuk mempertahankan populasi sapi pasundan di wilayah Jawa Barat. Ini sangat
penting mengingat sapi pasundan merupakan sumberdaya genetik ternak yang
potensial dan adaptif di wilayah Jawa Barat. Selain itu sapi pasundan memiliki
presentasi karkas yang tinggi lebih besar dari 50% yang diharapkan dapat
menjadi solusi pemenuhan daging sapi di propinsi Jawa Barat yang permintaannya
makin hari makin tinggi.
Referensi
:
[1]
Kementerian Pertanian RI.2014. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1051/Kpts/SR.120/10/2014 tentang penetapan rumpun sapi pasundan sebagai SDGT
Jawa Barat
[2]
Sulasmi. 2016. Karakterisasi sapi pasundan berdasarkan studi morfometrik dan
kraniometrik. [tesisi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[3]
Arifin J, Indrijani H dan Anang A. 2015. Laporan
pengembangan sapi pasundan sebagai upaya konservasi. Unpublish
[4]
Dwitresnadi R, Sulaeman M & Arifin
J. 2015. Kinerja usaha pembibitan sapi potong pasundan pada pemeliharaan sistem
semi ekstensif. Jur.
Fapet Unpad. Bandung Vol 4 No 3 Tahun 2015. Diunduh: http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/6933/3248
[5]
Hilmia N. 2013. Karakterisasi fenotipe dan potensi
genetika serta gubungannya dengan produktivitas dan kualitas daging sapi lokal
Ciamis Jawa Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tulisan diikutsertakan ke WARSTEK KOMPETISI
0 komentar:
Posting Komentar